puisi, tanpa muka

TANPA MUKA

Rinai hujan membelah sepi
Malam menggelayut menemani
Aku duduk termangu
Berteman kemelut hidup yang mengganggu

Huft….
Kataku dengan keras kepala
Dan
Huft….
Kata dia sang pangeran kegelapan
Menggerutu dan menggerutu
Sungguh sial semua dosa

Aku bercermin
Tapi tanpa wajah
Wajahku, wajahnya hilang
Ditelan pekatnya kehampaan

Huft……
Sekali lagi berkejaran dari mulutku
Dan
Huft…..
Dari mulutnya

Aku mengerti
Bukan hujan yang menghilangkan wajahku
Bukan pekatnya malam
Tapi kehampaan
Karena semua hanya kebohongan
Kebohongan karena aku
Karena diriku sendiri
Menyedihkan

Huft……….

Halo semuanya…..selamat malam (hahaha, aku ngetik nya pas malam soalnya). Semoga sehat sejahtera selalu yah. Ok, puisiku kali ini menggambarkan seseorang yang tidak punya wajah, iya tidak punya wajah. Karena selama ini wajahnya digunakan untuk kebohongan dan kebohongan. Dimana hujan disini melambangkan kesialan yang dating, atau musibah, dan pekatnya malam menggambarkan sulitnya hidup. Lalu sang tokoh hanya ditemani kegelapan, kenapa? Karena tanpa wajah, kan hampir semua indra kita ada di kepala. Penciuman, perasa, penglihatan, pendengaran, dan peraba. Makanya, dia seperti hanya hidup di kegelapan malam. Hahaha…..agak aneh yah? Maaf kalau puisi – puisiku selama ini agak aneh dan nyentrik juga susah dipahami. Tapi, inilah ciri khasku. Kata – kataku sendiri, pengenalan akan kataku sendiri, pengungkapan dan penggambaran sesuai rasaku. Hahaha, makanya nilai bahasa Indonesiaku tidak pernah bagus sejak smp, jauh lebih bagus untuk nilai ujian praktik daripada ujian tulis. Karena aku suka gak bisa memahami maksud si pembuat soal, ya kan arti bahasa bisa diartikan berbeda untuk masing – masing orang. Contohnya puisi, kan pengamat bebas memberikan pengartian apa. Jadi, kalo kata aku sih agak kontradiktif sama maksud ujian menyamakan persepsi seperti itu. Kalo tentang hal dasar seperti kata baku, dll sih gak masalah, kan struktur. Tapi kayak isi cerita, kesimpulan, gagasan utama, dll. Kan gak semuanya seperti itu. Iya gak? Emang kalau kita nulis sebuah hal selalu kita letakan gagasan utamanya di awal atau diakhir? Gak kan gak? (penulis maksa ih, hahaha).

Oh iya, puisi ini aku tulis terinspirasi sama komik cowok yang judulnya “Homonculus”. Biasanya aku gak suka komik cowok, isinya terlalu berat, terlalu penuh realita dan kadang gak ada manis – manisnya (hahaha, bilang aja penulis suka melarikan diri dari kenyataan). Tapi, kita kan para cewek atau yang lain juga membaca komik untuk melepaskan sejenak dari kenyataan. Untuk tenggelam sejenak di dunia yang serba luar biasa kebetulan gak mungkin, luar biasa manis, dan luar biasa perfect. Ah….aku malah jadi cerita komik!!!

Yah, intinya puisiku kali ini bercerita tentang hal itu, silahkan dinikmati. Hahaha…..
dan terimakasih telah mampir di blogku…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

prediksi soal UN Biologi 2013

pembahasan soal UN Bahasa Inggris 2007-2012

contoh puisi angkatan 20, 45, 50